Minggu, 04 November 2012

Sunnah Nabi Shallallahu alaihi Wasallam Yang Terlupakan

Tidaklah Islam itu kecuali kumpulan dari sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika semua sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam baik aqidah, ibadah, akhlak, ucapan, perbuatan ataupun ketetapannya dikumpulkan (dilaksanakan) maka akan tergambarlah Islam yang sempurna.
 
Sebaliknya ketika ummat Islam meninggalkan sunnah-sunnah beliau sedikit demi sedikit berarti Islam akan hilang sedikit demi sedikit. Sebagaimana dikatakan oleh ‘Abdullah Ad-Dailamiy, “Sesungguhnya pertama kali hilangnya agama (Islam) adalah dengan ditinggalkannya sunnah. Agama ini akan hilang sesunnah demi sesunnah sebagaimana lepasnya tali seutas demi seutas.” (Al-Lalika`iy 1/93 no.127, Ad-Darimiy 1/58 no.97 dan Ibnu Wadhdhah di dalam Al-Bida’ wan Nahyu ‘anha:73, lihat Lammud Duril Mantsuur minal Qaulil Ma`tsuur hal.21)

Karena itulah selayaknya bagi kita ummat Islam menghidupkan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan Islam itu sendiri. Dalam rangka menjaga sunnah agar tetap dikenal dan diamalkan di tengah-tengah masyarakat, yang dengannya Islam tetap eksis.

Walaupun tidak mungkin bagi kita untuk mengamalkan seluruh sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara utuh. Dikarenakan kelemahan yang ada pada diri kita. Akan tetapi yang diharapkan dan dituntut dari kita adalah kesemangatan dan upaya yang kuat untuk melaksanakannya.
 
Meskipun amalan tersebut hukumnya mustahab/tidak wajib, tetap jangan sampai ditinggalkan. Semaksimal mungkin kita berusaha mengamalkannya dengan meminta pertolongan kepada Allah. Karena yang namanya mustahab itu bukan berarti untuk ditinggalkan akan tetapi dianjurkan untuk diamalkan.

Ada beberapa Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah kita lupakan diantaranya:

Pertama: Bersiwak (gosok gigi) sebelum berwudhu

Seorang muslim dianjurkan untuk bersiwak sebelum berwudhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Yang artinya: “Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya kuwajibkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak berwudhu” (HR Ahmad no9930, menurut Syeikh Su’aib al Arnauth sanadnya shahih menurut kriteria Bukhari dan Muslim).

Kedua: Selalu dalam kondisi berwudhu dan shalat sunah dua rakaat setelah berwudhu

Dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar suara di depannya (di dalam surga, pent), lalu bertanya, ‘Siapa ini?’. Para malaikat mengatakan, ‘Bilal’. Hal ini lantas diceritakan oleh Nabi kepada Bilal seraya bertanya, “Dengan sebab apa engkau bisa mendahuluiku ke surga?”. Bilal berkata, “Wahai rasulullah, tidaklah aku berhadats melainkan aku berwudhu dan tidaklah aku berwudhu melainkan aku shalat sebanyak dua rakaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Memang karena itu” (HR Ibnu Hibban no 7087, Syeikh Syu’aib al Arnauth mengatakan, ‘Sanadnya shahih sesuai dengan kriteria Muslim’).

Ketiga: Menjilati ujung jari setelah selesai makan

Keempat: Makan dengan menggunakan tiga jari

Kelima: Memakan makanan yang jatuh setelah kotoran yang melekat dibuang

Dalam Shahih Muslim terdapat bab yang berjudul, “Anjuran menjilati jari dan piring (setelah selesai makan, pent) serta memakan suapan yang jatuh setelah kotoran yang melekat dibersihkan dan dimakruhkan membersihkan tangan sebelum dijilati”.

Yang artinya: Dari Jabir, sesungguhnya Nabi memerintahkan untuk menjilati jari jemari dan piring makan. Nabi bersabda, “Kalian tidak mengetahui di bagian makanan yang mengandung barokah” (HR Muslim no 5420).

Dari Jabir Radiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Yang artinya: “Jika ada suapan makanan yang jatuh maka hendaknya diambil, kotoran yang melekat dibuang lalu dimakan. Jangan biarkan suapan makanan tersebut untuk setan. Janganlah kalian bersihkan tangan kalian sesudah makan dengan sapu tangan hingga kalian jilati terlebih dahulu jari jemari kalian karena kalian tidak tahu secara pasti letak dari barokah makanan” (HR Muslim no 5421).

Berdasarkan dua hadits ini jelaslah bahwa menjilati jari atau piring bukan hanya perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam dua hadits di atas.

Dari Ka’ab bin Malik, adalah menjadi kebiasaan rasulullah makan dengan menggunakan tiga jari dan menjilati tangan sebelum diusap (dengan sapu tangan, pent) (HR Muslim no 5417).

Catatan:

Anjuran untuk makan dengan tiga jari itu berlaku untuk makanan yang memungkinkan mennggunakan tiga jari semisal korma, roti dll. Adapun makanan yang tidak memungkinkan semisal bubur atau yang lainnya maka tidak berlaku anjuran untuk makan dengan tiga jari.

Keenam: Duduk di tempat shalat setelah shalat shubuh hingga matahari terbit

Dari Jabir bin Samurah, sesungguhnya di antara kebiasaan Nabi adalah duduk di tempat shalatnya setelah shalat shubuh sampai matahari agak meninggi (HR Muslim no 1558).

Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda, “Siapa yang shalat shubuh berjamaah kemudian dudukmengingat Allah hingga matahari terbit kemudian shalat sebanyak dua rakaat, maka untuknya pahala sebagaimana pahala haji dan umrah yang sempurna, sempurna dan sempurna” (HR Tirmidzi no 586, menurut al Albani, ‘sanadnya hasan’).

Syeikh Abdul Aziz bin Baz berkata, “Seorang perempuan yang shalat shubuh di rumah lalu duduk di tempat shalatnya untuk mengingat Allah atau membaca alQur’an sampai matahari meninggi kemudian shalat dua rakaat. Perempuan tadi akan mendapatkan pahala yang dijanjikan”.

Ketujuh: Memberi Salam Kepada Orang Yang kita Kenal Ataupun yang Kita tidak Kenal

Bukhari membawakan dalam kitab shohihnya Bab ‘Mengucapkan salam kepada orang yang dikenal maupun tidak dikenal’. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwasanya ada seseorang yang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Yang Artinya:“Amalan islam apa yang paling baik?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Memberi makan (kepada orang yang butuh) dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenali dan kepada orang yang tidak engkau kenali. ” (HR. Bukhari no. 6236)

Bahkan mengucapkan salam kepada orang yang dikenal saja, tidak mau mengucapkan salam kepada orang yang tidak dikenal merupakan tanda hari kiamat.

Bukhari mengeluarkan sebuah hadits dalam Adabul Mufrod dengan sanad yang shohih dari Ibnu Mas’ud. Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dia melewati seseorang, lalu orang tersebut mengucapkan, “Assalamu ‘alaika, wahai Abu ‘Abdir Rahman.” Kemudian Ibnu Mas’ud membalas salam tadi, lalu dia berkata,

Yang Artinya:“Nanti akan datang suatu masa, pada masa tersebut seseorang hanya akan mengucapkan salam pada orang yang dia kenali saja.”

Kedepalan: Mengucapkan Salam Kepada Orang Yang Sedang shalat dan Cara Menjawab Salam Ketika Shalat

Apabila Kita melintasi Sahabat kita di Masjid atau dirumah yang sedang shalat maka disunnahkan memberi salam dan tetap walaupun sedang shalat kita diwajibkan menjawab dengan tata cara yang berbeda:

Dari Jabir rodhiyallohu anhu, ia berkata :

Yang artinya: “Sesungguhnya Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk suatu keperluan, setelah itu aku datang kepada beliau ketika sedang sholat, lalu aku mengucapkan salam kepadanya, kemudian beliau berisyarat kepadaku.” [HR. al-Bukhori (1217), Muslim (540), Abu Dawud (926), dan Ibnu Majah (1018)]

Dari Shuhaib rodhiyallohu anhu, ia berkata :

Yang artinya: “Aku melewati Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang sholat, kemudian aku mengucapkan salam kepadanya, lalu beliau menjawab dengan isyarat.” Dan berkata (salah seorang rowi hadits) : aku tidak mengetahuinya kecuali mengatakan : “isyarat dengan jarinya”. [HR. Ahmad dalam Musnad-nya (2/10), Abu Dawud (925), at-Tirmidzi (367), dan Ibnu Khuzaimah dalam Shohihnya (888)]

Cara Menjawab salam saat Shalat

Ada beberapa cara memjawab salam diataranya:
Dengan jari, sesuai hadits dari diatas oleh sahabat Shuhaib rodhiyallohu anhu

Dengan tangan, Dari Ibnu Umar rodhiyallohu anhuma, ia berkata : aku berkata kepada Bilal :

Yang artinya: “Bagaimana Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam menjawab salam mereka (para shohabat, pent) ketika mereka mengucapkan salam kepada beliau ketika beliau sedang sholat?” Bilal berkata : “beliau berisyarat dengan tangannya.” HR. At-Tirmidzi (368), Abu Dawud (927). Dll

Aku (Ibnu Umar) katakan kepada Bilal : “Bagaimana engkau melihat Rasululloh menjawab mereka ketika mereka mengucapkan salam kepada beliau ketika beliau sedang sholat?” Bilal berkata : “beliau begini”, lalu ia membuka telapak tangannya. Dan Ja’far bin Aun (salah seorang rowi hadits ini, pent) membuka telapak tangannya dan menjadikan bagian dalamnya di bawah dan punggung tangannya di atas.

Dengan kepala, Dari Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu anhu, ia berkata :

Yang artinya, “ketika aku datang dari Habasyah, aku mendatangi Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang sholat, kemudian aku mengucapkan salam kepadanya, lalu beliau memberi isyarat dengan kepalanya.” HR. al-Baihaqi (3497) dari Ibnu Sirin dan hadits ini diamalkan oleh al-Imam Muhammad bin Sirin.

An-Nawawi (dalam Syarah Muslim 3/31) berkata dalam faidah hadits ini : “dan haram menjawab salam ketika sholat dengan lafadz, dan isyarat tidak mengapa, bahkan disukai (mustahab) menjawab salam dengan isyarat. Pendapat ini dikatakan pula oleh asy-Syafi’i dan kebanyakan ‘ulama.”

Kesimpulanya dilarang menjawab salam ketika shalat dengan lafadz, akan tetapi menjawab salam saat sedang shalat dengan isyarat badan. Dan boleh berisyaratnya dengan ketiga cara diatas.

Kesembilan: Mentahnik anak Yang baru lahir

Tahnik menurut bahasa maupun secara syar’i artinya adalah mengunyah sesuatu dan meletakannya di dalam mulut bayi. Disebutkan bahwa “kamu mentahnik bayi apabila kamu mengunyahkan tamr (kurma) kemudian kamu meletakanya di langit-langit mulut bayi itu”.

Adapun orang yang mentahnik disunnahkan orang yang memiliki keutamaan dan keshalehan maupun ilmu. Juga agar dia mendoakan barakah untuk bayi tersebut.

Adapun dalam beberapa hadist disebutkan antara lain,

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu’anhu berkata

“ Ketika lahir anak laki-lakiku, maka kubawa bayi itu kepada Nabi Shallallohu Alaihi Wassalam. Lalu beliau memberi nama Ibrahim dan Beliau mentahniknya dengan sebutir kurma serta mendoakan dengan barakah. Kemudian Beliau kembalikan kepadaku” (HR. Imam Bukhari 546-Al-fath, Imam Muslim 2145-Imam Nawawi, Dan Imam Baihaqi di dalam Al Kubra 9/305 serta di dalam Asy Syu’ab 8621 dan 8622)

Dari Asma’ bintu Abu Bakr radhiyallohu’anhum bahwasanya ia mengandung bayi Abdullan bin Zubair ketika masih di Mekkah. Iapun mengatakan,

“Aku berangkat (hijrah) pada bulan-bulan akhir kehamilanku itu. Hingga tibalah aku di Madinah, lalu aku sinngah di Quba’ dan lahirlah anakku disana. Kemudian aku datang kepada Rosululloh lalu kuletakan bayiku itu di pangkuan beliau. Kemudaian Baginda Nabi meminta diambilkan kurma, llau Beliau menguyahnya kemudian beliau masukan ke dalam mulut bayi itu. Maka yang pertama kali masuk ke dalam perutnya adalah liur Rosululloh. Kemudian Beliau mentahniknya dengan kurma tersebut lalu Beliau mendoakan barakah untuknya” (HR. Imam Bukhari, 5469-Al-fath, Imam Muslim 2146 dan 2148-Imam Nawawi, Imam Tirmidzi 3826 dan Imam Ahmad 6/247).

Disunnahkannya mentahnik bayi yang baru saja lahir. Dan ini merupakan sunnah berdasarkan ijma’ para ‘ulama.

Hendaknya orang yang mengtahnik bayi tersebut adalah orang yang shaleh baik pria maupun wanita.

Disunnahkan agar makanan yang ditahnik adalah tamr(kurma). Kalaupun ditahnik dengan yang lain maka boleh tetapi dengan tamr lebih utama.

Menyerahkan penamaan kepada seorang yang shaleh, agar ia memilihkan untuknya nama yang diridhoi.

Aka tetapi tidak ada di dalam As Sunnah kecuali mentahniknya dengan tamr, sebagimana telah berlalu tentang tahniknya Ibrahim putra Abu Musa dan Abdullah bin Zubair juga Abdullah bin Abi Thalhah. Maka tidak sepatutnya untuk beralih pada yang lainnya.

Kesepuluh: Bacaan Penutup Setelah Selesai Membaca Al-Qur’an

Apabila Kita selesai Membaca Al-Qur’an disunnahkan mengucapkan: Subhanakallahumma wa bihamdika laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika. Yang artinya: maha suci Engkau ya Allah sambil memuji-Mu. Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Engkau. Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.

Dalilnya dari Aisyah beliau berkata, “Tidaklah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- duduk di suatu tempat atau membaca al Qur’an ataupun melaksanakan shalat kecuali beliau akhiri dengan membaca beberapa kalimat”. Akupun bertanya kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Ya Rasulullah, tidaklah anda duduk di suatu tempat, membaca al Qur’an ataupun mengerjakan shalat melainkan anda akhiri dengan beberapa kalimat?” Jawaban beliau, “Betul, barang siapa yang mengucapkan kebaikan maka dengan kalimat tersebut amal tadi akan dipatri dengan kebaikan. Barang siapa yang mengucapkan kejelekan maka kalimat tersebut berfungsi untuk menghapus dosa. Itulah ucapan Subhanakallahumma wa bihamdika laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika. ”

(Hadits di atas sanadnya shahih, diriwayatkan oleh Nasai dalam Sunan Kubro 9/123/1006, Thabrani dalam ad Du-a no 1912, Sam’ani dalam Adab al Imla’ wa al Istimla’ hal 75 dan Ibnu Nashiruddin dalam Khatimah Taudhih al Musytabih 9/282.)

Kesebelas: Sunnah-Sunnah yang Ditinggalkan di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bunan yang Mulia yang dilimpahkan Keberkahan didalamnya. Ternyata banyak dari kita melupakan sunnah sunnah Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam yang tinggalkan pada saat bulan ramadhan.

Ingin tahu apa saja sunnah sunnah yang ditinggalkan ? Silahkan download ebook disini

Pada Ebook tersebut merupakan jawaban Syaikh Albani atas pertanyaan seseorang yang meminta nasihat dalam menjalankan puasa di bulan Ramadhan, yang berisi penjelasan sunnah-sunnah di bulan Ramadhan yang telah banyak ditinggalkan orang.

Keduabelas: Membaca doa/dzikir dalam berbagai kegiatan Sehari Hari

Disetiap aktifitas yang kita jalani sehari hari terdapat doa doa yang dianjurkan oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam untuk kita baca dan rutinkan sehari hari. Seperti doa keluar rumah, doa masuk dan keluar masjid dan doa yang lainya.

Silahkan download ebook Hisnul Muslim doa doa sehari hari Oleh Said bin Ali Al Qathani
Link download artikelassunnah.googlecode.com/files/Hishnul%20Muslim.chm

Ketigabelas: Sunnah sunnah Yang berkaitan dengan Wanita

Kaum Muslimah mempunyai sunnah sunnah yang dikhususkan untuk mereka tetapi saying dari sunnah sunnah tersebut banyak yang telah dilupan, padahal ini adalah sunnah nabi mereka bagi para muslimah, diantara sunnah tersebut adalah:

Mewarnai kuku dengan pacar.
Dari Aisyah, “Ada seorang perempuan menyodorkan sebuah surat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari balik tirai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menarik tangan beliau sambil berkata, ‘Aku tidak tahu apakah ini tangan laki-laki ataukah tangan perempuan’. Perempuan tersebut menjawab, ‘Bahkan tangan perempuan’. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau memang perempuan tentu engkau akan mewarnai kukumu” yaitu dengan pacar (HR Abu Daud no 4166, dinilai hasan oleh al Albani).

Sangat disayangkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini telah ditinggalkan berganti dengan mewarnai kuku yang panjang dengan kuteks, mirip sudah dengan perempuan-perempuan kafir.

Memanjangkan ujung kain bagi perempuan

Dari Shafiyah binti Abu Ubaid, beliau bercerita bahwa Ummi Salamah, istri Nabi berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau membicarakan larangan isbal (celana di bawah mata kaki, ed) bagi laki-laki, “Bagaimana dengan perempuan, wahai Rasulullah?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya perempuan memanjangkan ujung kainnya sebanyak sejengkal (dari mata kaki)”. Ummu Salamah berkata, “Jika demikian, ada bagian tubuh perempuan yang masih mungkin untuk tersingkap”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika demikian, ditambahkan satu hasta (dua jengkal)-dari mata kaki-tapi tidak boleh lebih dari itu” (HR Abu Daud no 4117, dinilai shahih oleh al Albani).

Ini adalah suatu sunnah Nabi yang telah ditinggalkan oleh banyak muslimah bahkan meski sudah bertahun-tahun komitmen dengan jilbab.

Betah di rumah
Di antara yang diteladankan oleh para wanita salaf yang shalihah adalah betah berada di rumah dan bersungguh-sungguh menghindari laki-laki serta tidak keluar rumah kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Hal ini dengan tujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari godaan wanita yang merupakan godaan terbesar bagi laki-laki.

Yang artinya, “Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS al Ahzab:33).

Ibnu Katsir ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Hendaklah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian keluar rumah kecuali karena ada kebutuhan”.

Perempuan ketika keluar rumah tidak mengenakan minyak wangi
Dari Abu Musa, dari Nabi, “Semua mata yang melihat hal yang terlarang itu telah berzina. Perempuan yang memakai wewangian lalu melalui sekelompok laki-laki yang sedang duduk-duduk maka perempuan tersebut adalah demikian dan demikian yaitu pelacur” (HR Tirmidzi no 2786, dinilai hasan oleh al Albani).

Dari al Asy’ari, Rasulullah bersabda, “Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur” (HR Nasai no 5126, dinilai hasan oleh al Albani).

Wallahu a’lam

Tim Penyusun: www.alhiraindonesia.com

Dinukil dari beberapa Sumber :
1. ustadzaris.com
2. Artikel Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
3. al-Washiyyah bi Ba’dhi as-Sunan Syibhil Mansiyyah di terjemahkan oleh Haifa bintu Abdillah ar-Rosyid
4. Menyambut Si Buah Hati (Ahkamul Maulud fis Sunnatil Mutthaharah), Penerjemah : Abu Yahya Muslim    
5. www.raudhatulmuhibbin.org
6. Buletin Dakwah Al Wala` Wal Bara’

0 komentar:

Posting Komentar