skip to main |
skip to left sidebar
skip to right sidebar
SAHABAT IBNU ABBAS R.A. ULAMANYA PARA ULAMA
(
AHLI SYURGA ) SAHABAT IBNU ABBAS R.A. ULAMANYA PARA ULAMA - Ibnu Abbas
bercerita mengenai dirinya, "Pada suatu ketika Rasulullah saw. hendak
mengerjakan salat. Aku segera menyediakan air wudu untuk beliau. Beliau
gembira dengan apa
yang kulakukan. Ketika beliau siap untuk salat,
dia memberi isyarat kepadaku supaya berdiri di sampingnya. Tetapi, aku
berdiri di belakang beliau. Setelah selesai salat, beliau menoleh
kepadaku seraya bertanya, "Mengapa engkau tidak berdiri di sampingku?"
Jawabku, "Anda sangat tinggi dalam pandanganku, dan sangat mulia untukku
berdiri di samping Anda." Rasulullah menadahkan tangannya, lalu berdoa,
"Wahai Allah, berilah dia hikmah."
Allah memperkenankan doa
Rasulullah tersebut. Dia memberi cucu Hasyim tersebut hikmah, melebihi
hikmah ahli-ahli hikmah yang besar-besar. Tentu Anda ingin tahu, hikmah
bentuk apa yang telah dilimpahkan Allah kepada Abdullah bin Abbas.
Marilah kita perhatikan kisah selanjutnya.
Ibnu Abbas sangat
rajin menuntut ilmu sehingga mencengangkan ulama-ulama besar. Masruq bin
Ajda', seorang ulama besar tabi'in berkata, "Paras Ibnu Abbas sangat
elok. Bila dia berbicara, bicaranya sangat fasih. Bila dia menyampaikan
hadits, dia sangat ahli dalam bidang itu."
Setelah ilmu yang
dicarinya sempurna, Ibnu Abbas beralih menjadi guru mengajar. Rumahnya
berubah menjadi jam'iah (universitas) kaum muslimin. Memang tidak salah
kalau kita katakan universitas, seperti yang kita kenal sekarang. Beda
universitas Ibnu Abbas dengan universitas kita sekarang ialah di
universitas kita yang mengajar ada sepuluh sampai ratusan orang dosen
atau profesor. Tetapi, di universitas Ibnu Abbas yang mengajar Ibnu
Abbas seorang.
Karena kealiman dan kemahirannya dalam berbagai
bidang ilmu, dia senantiasa diajak bermusyawarah oleh khalifah rasyidah
(bijaksana) sekalipun dia masih muda belia. Apabila Khalifah Umar bin
Khattab menghadapi suatu persoalan yang rumit, diundangnya ulama-ulama
terkemuka termasuk Ibnu Abbas yang muda belia. Bila Ibnu Abbas hadir,
Khalifah Umar memberikan tempat duduk yang lebih tinggi bagi Ibnu Abbas
dan Khalifah sendiri duduk di tempat yang lebih rendah seraya berkata,
"Anda lebih berbobot daripada kami."
Pada suatu ketika Khalifah
Umar mendapat kritik karena perlakuan yang diberikannya kepada Ibnu
Abbas melebihi dari ulama yang tua-tua. Maka, kata Umar, "Dia pemuda
tua, dia lebih banyak belajar dan berhati tenang."
Ketika Ibnu
Abbas beralih mengajar orang-orang tertentu, dia tetap tidak melupakan
kewajibannya terhadap orang-orang awam. Maka, dibentuknya
majelis-majelis wa'azh dan tadzkir (pendidikan dan pengajaran). Di
antara pengajarannya, dia berkata kepada orang-orang yang berdoa, "Wahai
orang yang berbuat dosa! Jangan sepelekan akibat-akibat perbuatan dosa
itu, sebab ekornya jauh lebih gawat daripada dosa itu sendiri. Kalau
engkau tidak merasa malu kepada orang lain, padahal engkau telah berbuat
dosa, maka sikap tidak punya malu itu sendiri adalah juga dosa.
Kegembiraanmu ketika melakukan dosa, padahal engkau tidak tahu apa yang
diperbuat Allah atas dirimu adalah juga dosa. Kalau engkau sedih karena
tidak dapat berbuat dosa, maka kesedihanmu itu jauh lebih dosa daripada
perbuatan itu. Engkau takut kalau-kalau angin bertiup membukakan
rahasiamu, tetapi engkau sendiri telah berbuat dosa tanpa takut akan
Allah yang melihatmu. Maka, sikap seperti itu adalah lebih besar dosanya
ketimbang perbuatan dosa itu."
"Wahai orang yang berdosa!
Tahukah Anda dosa Nabi Ayyub a.s. Yang menyebabkannya mendapat bala
(ujian) mengenai jasad dan harta bendanya? Ketahuilah, dosanya hanya
karena ia tidak menolong seorang miskin yang minta pertolongannya untuk
menyingkirkan kezaliman."
Abdullah bin Mulaikah bercerita,
"Saya pernah menemani Ibnu Abbas dalam suatu perjalanan dari Mekah ke
Madinah. Ketika kami berhenti di suatu tempat, dia bangun tengah malam,
sementara yang lain-lain tidur karena lelah. Saya pernah pula melihatnya
pada suatu malam membaca ayat ke-19 surah Qaf berkali-kali sambil
menangis hingga terbit fajar. Sebagai kesimpulan, tahulah kita bahwa
Ibnu Abbas yang berparas tampan itu senantiasa menangis tengah malam
karena takut akan siksa Allah sehingga air mata membasahi kedua pipinya.
Ibnu Abbas sampai ke puncak ilmu yang dimilikinya. Pada suatu ketika
musim haji, Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan pergi haji. Bersamaan
dengan khalifah, pergi pula Abdullah bin Abbas. Khalifah Muawiyah
diiringkan oleh pasukan pengawal kerajaan. Abdullah bin Abbas diiringkan
oleh murid-muridnya yang berjumlah lebih banyak daripada pengiring
Khalifah.
Usia Abdullah bin Abbas mencapai tujuh puluh satu
tahun. Selama itu dia telah memenuhi dunia dengan ilmu, paham, hikmah,
dan takwa. Ketika dia meninggal, Muhammad bin Hanafiyah turut melakukan
salat atas jenazahnya bersama-sama dengan para sahabat yang lain-lain
serta para pemuka tabi'in.
Tatkala mereka menimbun jenazahnya
dengan tanah, mereka mendengar sura membaca, "Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati puas lagi diridai-Nya. Masuklah ke
dalam kelompok jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke surga-Ku"
(Al-Fajr: 27 -- 30).
Sumber: Shuwar min Hayaatis Shahabah, Dr. Abdur Rahman Ra'fat Basya
0 komentar:
Posting Komentar